Oleh: Budi Ashari, Lc
Dalam Bahasa Arab, kata keluhan dan aduan diungkap dengan Syakwa (شكوى ). Asal kata ini adalah FathAsy Syakwah yang berarti membuka bejana kecil. Yaitu, jika bejana kecil itu dibuka mulutnya maka akan terlihatlah air yang ada di dalamnya. Dan itulah keluhan. Ia tersimpan dalam hati, tetapi jika telah diungkap dalam kata-kata maka terbukalah semua yang tersimpan.
Kata Syakwa dalam Al Quran tidak banyak disebutkan. Hanya 2 kali saja. Sekali lagi, hanya 2 kali saja! Dan kedua-duanya diungkap dalam bentuk Fi’il Mudhori’ (Kata kerja bentuk sekarang dan yang akan datang). (Lihat Lathoif Quraniyyah, Sholah Abdul Fattah Al Kholidi)
2 kali itu:
1. Firman Allah dalam Surat Yusuf 86:
قَالَ إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ وَأَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Dia (Ya‘qub) menjawab, “Hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku. Dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui.”
2. Firman Allah dalam Surat Al Mujadilah 1:
قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِيإِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ
Sungguh, Allah telah Mendengar ucapan perempuan yang mengajukan gugatan kepadamu (Muhammad) tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah, dan Allah Mendengar percakapan antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.
Ada beberapa pelajaran berharga dari pembahasan ini bagi keluarga muslim:
a. Jangan banyak mengeluh!
Hanya 2 kali saja kata (Syakwa) ini disebutkan dalam Al Quran. Tak lebih dari itu. Hidup harus tegar. Berupayalah untuk tetap tegak walau badai melengkungkan punggung ini. Itulah mengapa Allah menegur sifat buruk manusia yang sering kali mengeluh.
إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا (19) إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا (20) وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا (21)
“Sungguh, manusia diciptakan bersifat suka mengeluh.
Apabila dia ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah,
dan apabila mendapat kebaikan (harta) dia jadi kikir.” (Qs. Al Ma’arij)
Masalah dan beban kita tak seberat masalah dan beban Rasulullah. Beliau tidak banyak mengeluh. Dan tidak setiap masalah harus menjadi bahan keluh kesah.
b. Jangan Mengeluh Kecuali HANYA Kepada Allah!
Lihatlah kedua kata syakwa di atas, kedua keluhan hanya kepada Allah. Yang pertama, Nabi Ya’qub yang mengeluh dan mengadu kepada Allah. Dan yang kedua, wanita yang mengadu dan mengeluh kepada Allah.
Untuk kisah yang kedua, sebenarnya wanita itu sedang berbincang dan mengadukan masalahnya kepada Rasulullah. Tetapi Allah menyebut aduannya kepada Rasul dengan (تجادلك ). Al Mujadalahberarti debat dan gugatan. Inilah kalimat Khoulah itu:
يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَكَلَ شَبَابِي، ونَثَرت لَهُ بَطْنِي، حَتَّى إِذَا كَبُرَت سِنِّي، وَانْقَطَعَ وَلَدِي، ظَاهَر مِنِّي، اللَّهُمَّ إِنِّي أَشْكُو إِلَيْك
Ya Rasululullah, dia telah memakan usia mudaku, telah aku gelarkan perutku (maksudnya: anak-anak), hingga ketika telah tua usiaku dan telah terputus keturunanku, dia mendziharku (mengatakan bahwa aku haram baginya). Ya Allah, aku mengadukan ini kepada Mu.
Lihatlah cerdasnya Khoulah. Dan ini layak ditiru. Dia mengadukan masalah kepada orang yang dipercaya dan bisa menyelesaikan masalah dengan baik. Tetapi, sebenarnya dia sedang mengadu kepada Allah: Ya Allah, aku mengadukan ini kepada Mu.
Jadi, silakan menyampaikan masalah anda. Tetapi hanya kepada orang yang bisa dipercaya, amanah dan bisa menyelesaikan masalah. Itupun, Allah menyebutnya hanya bersifat al mujadalah. Karena manusia dengan semua keterbatasannya tak banyak bisa membantu. Mengeluhlah yang sesungguhnya hanya kepada Allah!
Maka, kebiasaan mengeluh di hadapan khalayak ramai bahkan ‘dinikmati’ oleh publik, jelas merupakan merupakan bukti masyarakat sakit.
c. Mengeluh Masalah Keluarga
Kedua kata syakwa di atas, berhubungan dengan masalah keluarga. Syakwa yang pertama, keluhan Nabi Ya’qub tentang anaknya yang telah hilang bertahun-tahun; Yusuf. Seorang ayah yang mengadu dan mengeluhkan masalah kehilangan buah hatinya kepada Allah yang Maha Mengetahui.
Syakwa yang kedua, keluhan Khoulah tentang suaminya tempat ia mengabdikan diri selama bertahun-tahun dengan baik tetapi berujung pada kalimat menyakitkan di sisa usia. Seorang istri yang mengadu dan mengeluh tentang suaminya yang berulah di penghujung usia kepada Allah yang Maha Mendengar.
Ini salah satu masalah besar bagi kehidupan manusia; keluarga. Masalah yang layak untuk dikeluhkan dalam rangka mencari solusi.
Silakan mengadu kepada Allah tentang apa saja. Tetapi kepada manusia, hanya masalah-masalah besar yang tak sanggup lagi kita menanggungnya, yang perlu diadukan dan dikeluhkan. Jangan mudah mengeluh kepada manusia pada masalah kecil, karena kita akan jatuh pada masalah yang tak lebih besar dari itu.
d. Beda Keluhan Laki dan Perempuan
Syakwa pertama adalah keluhan laki-laki (Nabi Ya’qub). Keluhan tentang anaknya, harapan masa depannya.
Syakwa kedua adalah keluhan perempuan (Khoulah). Keluhan tentang suaminya, pemimpin dan sandaran hatinya.
Inilah salah satu kunci mahal pelajaran parenting. Bagi laki-laki, anak menempati posisi paling berharga dan begitu menyita perhatiannya. Sementara bagi perempuan, suami merupakan hal yang paling membahagiakan atau menyengsarakan. Dalam bahasa yang lebih tepat, Rasul menyampaikan: pintu surgamu atau nerakamu!
Inilah alur fitrah yang Allah ciptakan dan diberitahukan agar seseorang tahu bagaimana membangun keluarga jannati. Seorang istri menyiapkan dan mendidik dengan maksimal anak-anaknya. Karena di tengah kelelahan suami, anak-anak yang menyejukkan pandangan mata akan menghapus semua penat itu.
Sementara seorang suami harus memberi sentuhan dan perhatian terbaiknya kepada istrinya. Karena di tengah kelelahan istri, suami yang menyejukkan pandangan mata akan menghapus semua penat itu.
Suami yang membahagiakan istrinya. Istrinya akan mendidik dengan tenaga yang tak pernah habis. Dengan perhatian dan pendidikan istri sebaik itu, akan hadir anak-anak istimewa. Dan anak-anak seperti inilah yang membuat suami terus berkarya dan menjadi pahlawan bagi rumahnya.
Suami ke istri, istri ke anak-anak, anak-anak ke ayah (suami).
Alur fitrah. Andai diketahui banyak keluarga muslim, mudah menghadirkan jannahdi setiap rumah, dengan izin Allah.
e. Cukuplah Allah!
Jika orang beriman mengadukan dan mengeluhkan masalahnya kepada Allah, Dia menjamin aduan dan keluhan itu diperhatikan dan didengar. Tentu ini berbeda dengan manusia. Karena lebih sedikit jumlah yang benar-benar siap mendengar dibandingkan yang malas mendengar atau berpura-pura peduli terhadap aduan kita.
Bukalah kisah keluhan yang kedua. Surat Al Mujadalah 1; tercantum 4 kali nama Allah dalam satu ayat itu saja dan terdapat 3 kali kata mendengar dengan 3 model kata. Ini memberikan isyarat akan hadirnya Allah dalam mendengar masalah kita. Ditambah dengan penguatan 3 model kata mendengar yang tercantum 3 kali (سمع), (يسمع), (سميع).
(سمع) adalah kata kerja bentuk lampau yang memastikan bahwa Allah dengan pasti telah mendengar keluhan itu.
(يسمع) adalah kata kerja bentuk sekarang dan yang akan datang, yang menunjukkan bahwa Allah sedang mendengar dan terus siap mendengar keluhan itu.
(سميع) adalah Fa’il yang menjadi sifat Allah, menyatakan sudah merupakan nama dan sifat mulia Allah yang tak pernah berganti bahwa Dia telah menetapkan memiliki sifat mendengar keluhan itu.
Indahnya mengadu dan mengeluh hanya kepada Allah...
****
Sumber: Facebook
Dalam Bahasa Arab, kata keluhan dan aduan diungkap dengan Syakwa (شكوى ). Asal kata ini adalah FathAsy Syakwah yang berarti membuka bejana kecil. Yaitu, jika bejana kecil itu dibuka mulutnya maka akan terlihatlah air yang ada di dalamnya. Dan itulah keluhan. Ia tersimpan dalam hati, tetapi jika telah diungkap dalam kata-kata maka terbukalah semua yang tersimpan.
Kata Syakwa dalam Al Quran tidak banyak disebutkan. Hanya 2 kali saja. Sekali lagi, hanya 2 kali saja! Dan kedua-duanya diungkap dalam bentuk Fi’il Mudhori’ (Kata kerja bentuk sekarang dan yang akan datang). (Lihat Lathoif Quraniyyah, Sholah Abdul Fattah Al Kholidi)
2 kali itu:
1. Firman Allah dalam Surat Yusuf 86:
قَالَ إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ وَأَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Dia (Ya‘qub) menjawab, “Hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku. Dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui.”
2. Firman Allah dalam Surat Al Mujadilah 1:
قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِيإِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ
Sungguh, Allah telah Mendengar ucapan perempuan yang mengajukan gugatan kepadamu (Muhammad) tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah, dan Allah Mendengar percakapan antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.
Ada beberapa pelajaran berharga dari pembahasan ini bagi keluarga muslim:
a. Jangan banyak mengeluh!
Hanya 2 kali saja kata (Syakwa) ini disebutkan dalam Al Quran. Tak lebih dari itu. Hidup harus tegar. Berupayalah untuk tetap tegak walau badai melengkungkan punggung ini. Itulah mengapa Allah menegur sifat buruk manusia yang sering kali mengeluh.
إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا (19) إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا (20) وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا (21)
“Sungguh, manusia diciptakan bersifat suka mengeluh.
Apabila dia ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah,
dan apabila mendapat kebaikan (harta) dia jadi kikir.” (Qs. Al Ma’arij)
Masalah dan beban kita tak seberat masalah dan beban Rasulullah. Beliau tidak banyak mengeluh. Dan tidak setiap masalah harus menjadi bahan keluh kesah.
b. Jangan Mengeluh Kecuali HANYA Kepada Allah!
Lihatlah kedua kata syakwa di atas, kedua keluhan hanya kepada Allah. Yang pertama, Nabi Ya’qub yang mengeluh dan mengadu kepada Allah. Dan yang kedua, wanita yang mengadu dan mengeluh kepada Allah.
Untuk kisah yang kedua, sebenarnya wanita itu sedang berbincang dan mengadukan masalahnya kepada Rasulullah. Tetapi Allah menyebut aduannya kepada Rasul dengan (تجادلك ). Al Mujadalahberarti debat dan gugatan. Inilah kalimat Khoulah itu:
يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَكَلَ شَبَابِي، ونَثَرت لَهُ بَطْنِي، حَتَّى إِذَا كَبُرَت سِنِّي، وَانْقَطَعَ وَلَدِي، ظَاهَر مِنِّي، اللَّهُمَّ إِنِّي أَشْكُو إِلَيْك
Ya Rasululullah, dia telah memakan usia mudaku, telah aku gelarkan perutku (maksudnya: anak-anak), hingga ketika telah tua usiaku dan telah terputus keturunanku, dia mendziharku (mengatakan bahwa aku haram baginya). Ya Allah, aku mengadukan ini kepada Mu.
Lihatlah cerdasnya Khoulah. Dan ini layak ditiru. Dia mengadukan masalah kepada orang yang dipercaya dan bisa menyelesaikan masalah dengan baik. Tetapi, sebenarnya dia sedang mengadu kepada Allah: Ya Allah, aku mengadukan ini kepada Mu.
Jadi, silakan menyampaikan masalah anda. Tetapi hanya kepada orang yang bisa dipercaya, amanah dan bisa menyelesaikan masalah. Itupun, Allah menyebutnya hanya bersifat al mujadalah. Karena manusia dengan semua keterbatasannya tak banyak bisa membantu. Mengeluhlah yang sesungguhnya hanya kepada Allah!
Maka, kebiasaan mengeluh di hadapan khalayak ramai bahkan ‘dinikmati’ oleh publik, jelas merupakan merupakan bukti masyarakat sakit.
c. Mengeluh Masalah Keluarga
Kedua kata syakwa di atas, berhubungan dengan masalah keluarga. Syakwa yang pertama, keluhan Nabi Ya’qub tentang anaknya yang telah hilang bertahun-tahun; Yusuf. Seorang ayah yang mengadu dan mengeluhkan masalah kehilangan buah hatinya kepada Allah yang Maha Mengetahui.
Syakwa yang kedua, keluhan Khoulah tentang suaminya tempat ia mengabdikan diri selama bertahun-tahun dengan baik tetapi berujung pada kalimat menyakitkan di sisa usia. Seorang istri yang mengadu dan mengeluh tentang suaminya yang berulah di penghujung usia kepada Allah yang Maha Mendengar.
Ini salah satu masalah besar bagi kehidupan manusia; keluarga. Masalah yang layak untuk dikeluhkan dalam rangka mencari solusi.
Silakan mengadu kepada Allah tentang apa saja. Tetapi kepada manusia, hanya masalah-masalah besar yang tak sanggup lagi kita menanggungnya, yang perlu diadukan dan dikeluhkan. Jangan mudah mengeluh kepada manusia pada masalah kecil, karena kita akan jatuh pada masalah yang tak lebih besar dari itu.
d. Beda Keluhan Laki dan Perempuan
Syakwa pertama adalah keluhan laki-laki (Nabi Ya’qub). Keluhan tentang anaknya, harapan masa depannya.
Syakwa kedua adalah keluhan perempuan (Khoulah). Keluhan tentang suaminya, pemimpin dan sandaran hatinya.
Inilah salah satu kunci mahal pelajaran parenting. Bagi laki-laki, anak menempati posisi paling berharga dan begitu menyita perhatiannya. Sementara bagi perempuan, suami merupakan hal yang paling membahagiakan atau menyengsarakan. Dalam bahasa yang lebih tepat, Rasul menyampaikan: pintu surgamu atau nerakamu!
Inilah alur fitrah yang Allah ciptakan dan diberitahukan agar seseorang tahu bagaimana membangun keluarga jannati. Seorang istri menyiapkan dan mendidik dengan maksimal anak-anaknya. Karena di tengah kelelahan suami, anak-anak yang menyejukkan pandangan mata akan menghapus semua penat itu.
Sementara seorang suami harus memberi sentuhan dan perhatian terbaiknya kepada istrinya. Karena di tengah kelelahan istri, suami yang menyejukkan pandangan mata akan menghapus semua penat itu.
Suami yang membahagiakan istrinya. Istrinya akan mendidik dengan tenaga yang tak pernah habis. Dengan perhatian dan pendidikan istri sebaik itu, akan hadir anak-anak istimewa. Dan anak-anak seperti inilah yang membuat suami terus berkarya dan menjadi pahlawan bagi rumahnya.
Suami ke istri, istri ke anak-anak, anak-anak ke ayah (suami).
Alur fitrah. Andai diketahui banyak keluarga muslim, mudah menghadirkan jannahdi setiap rumah, dengan izin Allah.
e. Cukuplah Allah!
Jika orang beriman mengadukan dan mengeluhkan masalahnya kepada Allah, Dia menjamin aduan dan keluhan itu diperhatikan dan didengar. Tentu ini berbeda dengan manusia. Karena lebih sedikit jumlah yang benar-benar siap mendengar dibandingkan yang malas mendengar atau berpura-pura peduli terhadap aduan kita.
Bukalah kisah keluhan yang kedua. Surat Al Mujadalah 1; tercantum 4 kali nama Allah dalam satu ayat itu saja dan terdapat 3 kali kata mendengar dengan 3 model kata. Ini memberikan isyarat akan hadirnya Allah dalam mendengar masalah kita. Ditambah dengan penguatan 3 model kata mendengar yang tercantum 3 kali (سمع), (يسمع), (سميع).
(سمع) adalah kata kerja bentuk lampau yang memastikan bahwa Allah dengan pasti telah mendengar keluhan itu.
(يسمع) adalah kata kerja bentuk sekarang dan yang akan datang, yang menunjukkan bahwa Allah sedang mendengar dan terus siap mendengar keluhan itu.
(سميع) adalah Fa’il yang menjadi sifat Allah, menyatakan sudah merupakan nama dan sifat mulia Allah yang tak pernah berganti bahwa Dia telah menetapkan memiliki sifat mendengar keluhan itu.
Indahnya mengadu dan mengeluh hanya kepada Allah...
****
Sumber: Facebook
Insya Allah bermanfaat..jazakallahu khoir.
BalasHapus