Senin, 29 Desember 2014

Pembatal-Pembatal Keislaman

Oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Ahlus Sunnah wal Jama’ah meyakini adanya perkara-perkara yang dapat membatalkan keislaman seseorang. Berikut ini akan kami sebutkan sebagiannya:

1. Menyekutukan Allah (syirik).
Yaitu menjadikan sekutu atau menjadikannya sebagai perantara antara dirinya dengan Allah. Misalnya berdo’a, memohon syafa’at, bertawakkal, beristighatsah, bernadzar, menyembelih yang ditujukan kepada selain Allah, seperti menyembelih untuk jin atau untuk penghuni kubur, dengan keyakinan bahwa para sesembahan selain Allah itu dapat menolak bahaya atau dapat mendatangkan manfaat.

Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya...” [An-Nisaa': 48]

Dan Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ

“... Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya Surga, dan tempatnya adalah Neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun.” [Al-Maa-idah: 72]

2. Orang yang membuat perantara antara dirinya dengan Allah, yaitu dengan berdo’a, memohon syafa’at, serta bertawakkal kepada mereka.
Perbuatan-perbuatan tersebut termasuk amalan kekufuran menurut ijma’ (kesepakatan para ulama).

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُم مِّن دُونِهِ فَلَا يَمْلِكُونَ كَشْفَ الضُّرِّ عَنكُمْ وَلَا تَحْوِيلًا أُولَٰئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَىٰ رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ ۚ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا

“Katakanlah: ‘Panggillah mereka yang kamu anggap (sekutu) selain Allah, maka tidaklah mereka memiliki kekuasaan untuk menghilangkan bahaya darimu dan tidak pula dapat memindahkannya.’ Yang mereka seru itu mencari sendiri jalan yang lebih dekat menuju Rabb-nya, dan mereka mengharapkan rahmat serta takut akan adzab-Nya. Sesungguhnya adzab Rabb-mu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti.” [Al-Israa': 56-57][2]

Riya' Terselubung

Syaitan tidak berhenti berusaha menjadikan amalan anak Adam tidak bernilai di sisi Allah. Diantara cara jitu syaitan adalah menjerumuskan anak Adam dalam berbagai model riyaa'. Sehingga sebagian orang "KREATIF" dalam melakukan riyaa', yaitu riyaa' yang sangat halus dan terselubung. Diantara contoh kreatif riyaa' tersebut adalah :

Pertama : Seseorang menceritakan keburukan orang lain, seperti pelitnya orang lain, atau malas sholat malamnya, tidak rajin menuntut ilmu, dengan maksud agar para pendengar paham bahwasanya ia tidaklah demikian. Ia adalah seorang yang dermawan, rajin sholat malam, dan rajin menuntut ilmu. Secara tersirat ia ingin para pendengar mengetahui akan amal ibadahnya.

Model yang pertama ini adalah model riya' terselubung yang terburuk, dimana ia telah terjerumus dalam dua dosa, yaitu mengghibahi saudaranya dan riyaa', dan keduanya merupakan dosa besar. Selain itu ia telah menjadikan saudaranya yang ia ghibahi menjadi korban demi memamerkan amalan sholehnya

Kedua : Seseorang menceritakan nikmat dan karunia yang banyak yang telah Allah berikan kepadanya, akan tetapi dengan maksud agar para pendengar paham bahwa ia adalah seorang yang sholeh, karenanya ia berhak untuk dimuliakan oleh Allah dengan memberikan banyak karunia kepadanya.

Ketiga : Memuji gurunya dengan pujian setinggi langit agar ia juga terkena imbas pujian tersebut, karena ia adalah murid sang guru yang ia puji setinggi langit tersebut. Pada hakikatnya ia sedang berusaha untuk memuji dirinya sendiri, bahkan terkadang ia memuji secara langsung tanpa ia sadari. Seperti ia mengatakan, "Syaikh Fulan / Ustadz Fulan…luar biasa ilmunya…, sangat tinggi ilmunya mengalahkan syaikh-syaikh/ustadz-ustadz yang lain. Alhamdulillah saya telah menimba ilmunya tersebut selama sekian tahun…"

Keempat : Merendahkan diri tapi dalam rangka untuk riyaa', agar dipuji bahwasanya ia adalah seorang yang low profile. Inilah yang disebut dengan "Merendahkan diri demi meninggikan mutu"

Kelima : Menyatakan kegembiraan akan keberhasilan dakwah, seperti banyaknya orang yang menghadiri pengajian, atau banyaknya orang yang mendapatkan hidayah dan sadar, akan tetapi dengan niat untuk menunjukkan bahwasanya keberhasilan tersebut karena kepintaran dia dalam berdakwah

Keenam : Ia menyebutkan bahwasanya orang-orang yang menyelisihinya mendapatkan musibah. Ia ingin menjelaskan bahwasanya ia adalah seorang wali Allah yang barang siapa yang mengganggunya akan disiksa atau diadzab oleh Allah.

Ini adalah bentuk tazkiyah (merekomendasi) diri sendiri yang terselubung.

Ketujuh : Ia menunjukkan dan memamerkan kedekatannya terhadap para dai/ustadz, seakan-akan bahwa dengan dekatnya dia dengan para ustadz menunjukkan ia adalah orang yang sholeh dan disenangi para ustadz. Padahal kemuliaan di sisi Allah bukan diukur dari dekatnya seseorang terhadap ustadz atau syaikh, akan tetapi dari ketakwaan. Ternyata kedekatan terhadap ustadz juga bisa menjadi ajang pamer dan persaingan.

Kedelapan : Seseorang yang berpoligami lalu ia memamerkan poligaminya tersebut. Jika ia berkenalan dengan orang lain, serta merta ia sebutkan bahwasanya istrinya ada 2 atau 3 atau 4. Ia berdalih ingin menyiarkan sunnah, akan tetapi ternyata dalam hatinya ingin pamer. Poligami merupakan ibadah, maka memamerkan ibadah juga termasuk dalam riyaa'.

        Para pembaca yang budiman, ini sebagian bentuk riyaa' terselubung, semoga Allah melindungi kita dari terjerumus dalam bentuk-bentuk riyaa’ terselubung tersebut. Tidak perlu kita menuduh orang terjerumus dalam riyaa' akan tetapi tujuan kita adalah untuk mengoreksi diri sendiri.

Hanya kepada Allahlah tempat meminta hidayah dan taufiiq.

Kota Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam-, 22-03-1434 H / 04 Februari 2013 M
Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja

Minggu, 28 Desember 2014

Memperbaiki Diri Sendiri

oleh: Al-Ustadz Abu Muhammad Abdul Mu’thi, Lc.

Sangat disayangkan, kebanyakan kita lupa dengan aib yang melekat pada diri-diri kita dan menutup mata dari kekurangan yang ada. Lebih parah lagi, ada yang bersikap sebaliknya yaitu berbaik sangka dan menganggap diri telah bersih dan sempurna, padahal Allah berfirman, “Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (an-Najm: 32)

Ketika sebagian kita mendengar tentang akhlak yang mulia, ia beranggapan seolah-olah akhlak tersebut sudah ada pada dirinya dan dialah pemilik perangai mulia itu. Namun, tatkala disebutkan tentang perangai tercela, buru-buru dia menuduhkannya kepada orang lain. Seolah-olah dia jauh dari perangai tersebut.

Sikap seperti ini tidak pantas dimiliki oleh orang yang menjunjung tinggi moral dan mendambakan kesempurnaan. Sikap seperti ini akan memunculkan sikap bangga diri yang tercela dan merasa puas di atas kekurangan yang ada. Ujungnya adalah meninggalkan upaya perbaikan diri. Tidak dipungkiri bahwa ini adalah sikap yang bodoh dan sangat keliru. Dengan sikap tidak mau tahu tentang kadar diri sendiri dan kondisinya, seseorang tidak akan melangkah maju kepada tingkat kemuliaan. (Lihat Su’ul Khuluq, Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, hlm. 68—69)

150 Cara Berbakti Kepada Ibu

1. Pilihlah hadiah yang cocok untuk setiap moment yang tepat, seperti di hari raya, pada saat pernikahan putra-putrinya, ketika pulang dari safar, ketika sembuh dari penyakit, dll.

2. Membuatkan rekening khusus di Bank atas nama ibu, kemudian anak-anak dapat bekerjasama untuk mentransfer uang ke rekening tersebut setiap bulan agar segala kebutuhan ibu dapat terpenuhi.

3. Memahami kondisi kehidupan ibu, kemudian memperlakukan ibu dengan perlakuan yang sesuai dengan kondisi saat itu.

4. Berhati-hati dalam memilih kalimat-kalimat yang akan dikatakan di hadapan ibu.

5. Berusahalah sekuat tenaga agar ibu menjadi orang terakhir yang anda berpamitan kepadanya jika akan bepergian. Jadikanlah ia orang terakhir yang anda lihat sebelum berangkat. Berpamitanlah kepadanya dengan langsung berhadapan muka.

6. Pastikan bahwa ia adalah orang pertama yang anda datangi jika pulang dari bepergian. Ucapkan salam kepadanya, duduklah bersamanya, dan hiburlah ia. Sebelumnya, beritahukan rencana kepulangan dan kedatangan anda, sehingga ia tidak kaget. Dan jangan menunda-nunda untuk menemuinya, atau anda beranggapan bahwa waktunya belum tepat untuk mengunjunginya.

Keutamaan Berbakti Kepada Kedua Orangtua Dan Pahalanya

Oleh: Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Di Antara Fadhilah (Keutamaan) Berbakti Kepada Kedua Orang Tua.

Pertama.
Bahwa berbakti kepada kedua orang tua adalah amal yang paling utama. Dengan dasar diantaranya yaitu hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim, dari sahabat Abu Abdirrahman Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu dia berkata :

سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ؟ قَالَ : اَلصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا قَالَ : قُلْتُ ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ : بِرُّ الْوَالِدَيْنِ قَالَ : قُلْتُ : ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ : اَلْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

"Aku bertanya kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang amal-amal yang paling utama dan dicintai Allah ? Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, Pertama shalat pada waktunya (dalam riwayat lain disebutkan shalat di awal waktunya), kedua berbakti kepada kedua orang tua, ketiga jihad di jalan Allah" [Hadits Riwayat Bukhari I/134, Muslim No.85, Fathul Baari 2/9]

Ketika Malas Membelenggu

Malas, hampir tiap orang pernah merasakannya. “Penyakit” ini membuat seseorang enggan melakukan berbagai aktivitas, seperti bekerja, beribadah, menuntut ilmu, dan sebagainya. Tentu, kerugian pun akan dituai, ketika seseorang selalu mengikuti dan memanjakan rasa malasnya. Malas bekerja, akan menjadikan jauh dari rezeki. Malas beribadah, menjauhkan diri dari pahala dan surga-Nya. Malas menuntut ilmu atau belajar agama, akan berbuah kebodohan. Padahal ilmu agama harus senantiasa dipelajari dan dipahami, karena agamalah yang akan menjadi pedoman hidup kita agar bisa meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.

*Malas Beribadah

Jika hanya mengikuti hawa nafsu, kita memang lebih suka bersantai-santai. Pun dalam soal ibadah. Untuk melakukan shalat lima waktu saja, terkadang kita ogah-ogahan, apalagi untuk qiyamullail, di saat udara begitu dingin.

Memang grafik keimanan seseorang itu bisa naik dan turun. Ketika grafik keimanan turun itulah, biasanya rasa malas beribadah lebih sering kita alami. Agar lebih bersemangat lagi dalam beribadah, berikut ini ada beberapa kiat yang bisa kita lakukan:

Ringkasan Kitab Adab Zifaf (Etika Pernikahan)

Sungguh indah… bila pernikahan dihias dg sunnah

Bismillaah… wash sholaatu wassalaamu alaa Rosulillaah… wa alaa aalihii washohbihii wa man waalaah…

Berikut ini ringkasan kitab Adab Zifaf (Etika Pernikahan), Karya Syeikh Albani rohimahulloh… Semoga bermanfaat bagi para pembaca, khususnya yang bersiap akan melangsungkan pernikahan dan mengakhiri masa lajangnya…


1. Hendaklah dua sejoli yang akan merajut tali suci nikah, meniatkannya untuk membersihkan jiwanya dan menjaga dirinya dari apa yang diharamkan Alloh, karena dengan begitu pergaulan keduanya dicatat sebagai sedekah, sebagaimana sabda Nabi -shollallohu alaihi wasallam- “Pada kemaluan salah seorang diantara kalian ada sedekah”. Para sahabat bertanya: “Wahai Rosululloh, apa dengan memuaskan syahwat, orang bisa menuai pahala?!” . Beliau menjawab: “Bukankah ia akan berdosa jika menaruhnya pada hal yang harom?! Begitu pula sebaliknya, ia akan mendapat pahala jika menaruhnya pada hal yang halal” (HR. Muslim: 1006).


2. Saat pertama kali bertemu atau hendak berhubungan, hendaknya suami meletakkan tangannya pada permulaan kepala istrinya, seraya membaca basmalah, doa untuk keberkahannya (misalnya dengan mengucapkan: “اللَّهُمَّ بَارِكْ لِيْ فِيْها، وَبَارِكْ لَهَا فِيَّ” = ya Alloh berkahilah dia untukku, dan berkahilah aku untuknya), dan doa berikut ini:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَمِنْ شَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ

Dengan menyebut nama Alloh… Ya Alloh sungguh aku mohon padamu kebaikan wanita ini, dan kebaikan tabiatnya. Dan aku memohon perlindungan-Mu dari keburukannya dan keburukan tabiatnya.

Sebagaimana sabda Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam-: “Jika kalian telah menikahi wanita atau membeli budak, maka peganglah bagian depan kepalanya, ucapkanlah basmalah, berdoalah untuk keberkahannya, dan hendaklah ia mengucapkan… (yakni doa di atas)”. (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan yang lainnya, sanadnya hasan)

Khawatir Amalannya Tidak Diterima

Dari Ummul mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:

سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ هَذِهِ الْآيَةِ: "وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ": قَالَتْ عَائِشَةُ: أَهُمْ الَّذِينَ يَشْرَبُونَ الْخَمْرَ وَيَسْرِقُونَ؟ قَالَ: "لَا يَا بِنْتَ الصِّدِّيقِ وَلَكِنَّهُمْ الَّذِينَ يَصُومُونَ وَيُصَلُّونَ وَيَتَصَدَّقُونَ وَهُمْ يَخَافُونَ أَنْ لَا يُقْبَلَ مِنْهُمْ، أُولَئِكَ الَّذِينَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ".
رواه الترمذي (3175) ، وصححه الألباني (صحيح سنن الترمذي، 287/3(.
”Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang ayat ini (al-Mu’minun ayat 60) ‘Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut’. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:”Apakah mereka adalah orang-orang yang meminum khamr (minuman keras) dan mencuri?” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:”Bukan, wahai anak perempuan ash-Shiddiq (Abu Bakar). Akan tetapi mereka adalah orang-orang yang berpuasa, shalat dan sedekah, dan mereka khawatir amalan mereka tidak diterima. Mereka itulah orang-orang yang bersegera dalam kebaikan.” (HR. Imam at-Tirmidzi dan dishahihkan oleh syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi (3/287))

Al-‘Alamah al-Mubarkafuury rahimahullah dalam Tuhfatul Ahwadzi Syarh Jami’ at-Tirmidzi berkata:
Makna {وَاَلَّذِينَ يُؤْتُونَ} yaitu orang-orang yang memberi. {مَا آتَوْا} maksudnya, apa yang telah mereka berikan berupa sedekah dan amalan-amalan shalih. Makna {وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ} maksudnya, mereka takut (khawatir) kalau amalan mereka tidak diterima. Dan setelah itu {أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ}(Sesungguhnya hanya kepada Rabb merekalah mereka akan kembali) maksudnya, karena mereka yakin bahwa hanya kepada Allah mereka akan kembali.

Jumat, 26 Desember 2014

Musibah Datang Karena Maksiat dan Dosa

Ali bin Abi Tholib –radhiyallahu ‘anhu- mengatakan,
مَا نُزِّلَ بَلاَءٌ إِلاَّ بِذَنْبٍ وَلاَ رُفِعَ بَلاَءٌ إِلاَّ بِتَوْبَةٍ
“Tidaklah musibah tersebut turun melainkan karena dosa. Oleh karena itu, tidaklah bisa musibah tersebut hilang melainkan dengan taubat.” (Al Jawabul Kaafi, hal. 87)

Perkataan ‘Ali –radhiyallahu ‘anhu- di sini selaras dengan firman Allah Ta’ala,
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ
Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy Syuraa: 30)

Para ulama salaf pun mengatakan yang serupa dengan perkataan di atas.
Ibnu Qoyyim Al Jauziyah –rahimahullah- mengatakan, “Di antara akibat dari berbuat dosa adalah menghilangkan nikmat dan akibat dosa adalah mendatangkan bencana (musibah). Oleh karena itu, hilangnya suatu nikmat dari seorang hamba adalah karena dosa. Begitu pula datangnya berbagai musibah juga disebabkan oleh dosa.” (Al Jawabul Kaafi, hal. 87)
Ibnu Rajab Al Hambali –rahimahullah- mengatakan, “Tidaklah disandarkan suatu kejelekan (kerusakan) melainkan pada dosa karena semua musibah, itu semua disebabkan karena dosa.” (Latho’if Ma’arif, hal. 75)

Sikap Seorang Mukmin Dalam Menghadapi Musibah

Sikap Seorang Mukmin Dalam Menghadapi Musibah
(Oleh: Ustadz Abdullâh bin Taslîm Al-Buthoni)

Sebagai hamba Allâh Ta'âla, semua manusia dalam kehidupan di dunia ini tidak akan luput dari berbagai macam cobaan, baik berupa kesusahan maupun kesenangan. Hal itu merupakan sunnatullâh yang berlaku bagi setiap insan, yang beriman maupun kafir.
Allâh Ta'âla berfirman: "Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya), dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan."(Qs al-Anbiyâ’/21:35)
Imam Ibnu Katsîr rahimahullâh berkata:
“(Makna ayat ini) yaitu: Kami menguji kamu (wahai manusia), terkadang dengan bencana dan terkadang dengan kesenangan, agar Kami melihat siapa yang bersyukur dan siapa yang ingkar, serta siapa yang bersabar dan siapa yang berputus asa”.[1]

KEBAHAGIAAN HIDUP DENGAN BERTAKWA KEPADA ALLAH TA'ALA
Allâh Ta'âla dengan ilmu-Nya yang Maha Tinggi dan hikmah-Nya yang Maha Sempurna menurunkan syariat-Nya kepada manusia untuk kebaikan dan kemaslahatan hidup mereka. Oleh karena itu, hanya dengan berpegang teguh kepada agama-Nyalah seseorang bisa merasakan kebahagiaan hidup yang hakiki di dunia dan akhirat.

Memperkokoh Keimanan pada Allah

Iman kepada Allah merupakan rukun iman yang pertama. Rukun ini sangat penting kedudukannya dalam Islam. Sehingga wajib bagi kita untuk mengilmuinya dengan benar supaya membuahkan akidah yang benar pula tentang Allah Ta’ala. Dengan memohon pertolongan Allah kami mencoba mengulas permasalah pokok tentang rukun iman yang pertama ini. Semoga ulasan berikut dapat memperkokoh iman kita kepada Allah ‘Azza wa Jalla.

Makna Iman Kepada Allah
Iman kepada Allah merupakan asas dan pokok dari keimanan, yakni keyakinan yang pasti bahwa Allah adalah Rabb dan pemilik segala sesuatu, Dialah satu-satunya pencipta, pengatur segala sesuatu, dan Dialah satu-satunya yang berhak disembah, tidak ada sekutu bagi-Nya. Semua sesembahan selain Dia adalah sesembahan yang batil, dan beribadah kepada selain-Nya adalah kebatilan. Allah Ta’ala berfirman,
ذَلِكَ بِأَنَّ اللهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَايَدْعُونَ مِن دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ
(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. Al Hajj: 62)
Dialah Allah yang disifati dengan sifat yang sempurna dan mulia, tersucikan dari segala kekurangan dan cacat. Ini merupakan perwujudan tauhid yang tiga, yatu tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah, dan tauhdi asma’ wa shifat. Keimanan kepada Allah mengandung tiga macam tauhid ini, karena makna iman kepada Allah adalah keyakinan yang pasti tentang keesaan Allah Ta’ala dalam rububiyah, uluhiyah, dan seluruh nama dan sifat-Nya. (Al Irysaad ilaa shahiihil I’tiqaad, Syaikh Sholeh al Fauzan).

Cakupan Iman  Kepada Allah
Iman kepada Allah mencakup empat perkara :
  1. Iman tentang keberadaan (wujud) Allah.
  2. Iman tentang keesaan Allah dalam rububiyah
  3. Iman tentang keesaan Allah dalam uluhiyah
  4. Iman terhadap asma’ (nama) dan sifat-Nya.
Keimanan yang benar harus mencakup empat hal di atas. Barangsiapa yang tidak beriman kepada salah satu saja maka dia bukan seorang mukmin. (Syarh al ‘Aqidah al Washitiyah, Syaikh Muhammad bin Sholih al ‘Utsaimin)

Mengapa Allah Mendatangkan Musibah?

Allah penguasa alam raya. Dengan kuasa-Nya, Allah dapat berbuat apa saja tanpa ada seorang pun yang mampu menghalanginya. Kita dan semua yang kita saksikan dalam kehidupan ini pun milik-Nya. Dengan hikmah-Nya yang maha tinggi, Allah berkenan memberi apa saja kepada kita, Allah pun mampu mengambilnya dari kita. Allah berkehendak mengaruniakan kebaikan yang kita inginkan, Allah pun berhak menurunkan musibah yang tidak kita harapkan.

Musibah, bencana dan malapetaka ada dalam kuasa-Nya pula. Kehidupan manusia di dunia ini hampir tak pernah sepi dari musibah yang datang silih berganti. Dari yang kecil sampai yang besar. Dari yang ringan sampai yang berat. Dari yang sedikit hingga yang banyak. Ada musibah yang bersifat umum dan ada yang bersifat individu. Ada musibah yang tidak melibatkan manusia dan ada yang musibah yang melibatkan manusia zalim.

Allah Mahabijaksana. Musibah adalah sunnah-Nya. Segala yang diperbuat-Nya selalu mengandung hikmah yang agung. Lalu, untuk tujuan apakah Dia mendatangkan musibah kepada manusia?

Pertama: Sebagai hukuman bagi orang-orang yang mansekutukan-Nya dan kufur kepada-Nya.
Allah akan menurunkan musibah kepada orang-orang yang ingkar, kufur dan menyekutukan-Nya, sebagai hukuman dan azab atas perbuatan mereka yang sangat buruk. Kekufuran dan syirik adalah dosa yang paling besar. Orang-orang yang memperbuatnya memang pantas mendapat hukuman dari Allah, apabila mereka telah mendapatkan peringatan dari para utusan-Nya.
Dalam sejarah manusia, musibah dan azab pernah turun kepada kaum-kaum terdahulu. Kaum Nabi Nuh Allah tenggelamkan dalam musibah banjir bandang. Kaum Nabi Hud, Shaleh dan Syu’ab Allah tiupkan angin yang membinasakan kepada mereka. Fir’aun dan bala tentaranya juga Allah tenggelamkan ke dalam samudera. Kaum Nabi Luth Allah balikkan tanah mereka lalu Allah hujani mereka dengan batu-batu kerikil yang panas. Kisah-kisah mereka Allah ceritakan dalam Al Qur`an agar menjadi pelajaran bagi manusia yang datang setelah mereka.
Allah berfirman,
وَمَا هِيَ مِنَ الظَّالِمِينَ بِبَعِيدٍ
“dan siksaan itu Tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim.” (QS. Huud: 83)

Keagungan Al-Qur'an

Khutbah Jum'at Masjid Nabawi tanggal 24-7-1435 H/ 23- 5- 2014 M
Oleh : Syeikh Ali bin Abdurrahman Al-Hudzaifi hafidzahullah

Khutbah Pertama :

            Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan (Al Qur'an)  kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam, yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan (Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.

            Aku memuji Robbku dan bersyukur banyak kepada-Nya, dan aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah yang  Esa, tidak ada sekutu baginya, dan Ia meliputi segala sesuatu dengan rahmat dan ilmu-Nya, sesungguhnya Dia maha mengetahui lagi maha kuasa.

            Dan aku bersaksi bahwasanya Nabi kita dan pemimpin kita Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, Allah mengutusnya sebelum hari kiamat sebagai mujahid, pemberi kabar gembira, dan peringatan, serta penyeru kepada jalan Allah dengan izin-Nya, juga pembawa cahaya yang terang benderang.

            Ya Allah curahkanlah shalawat dan salam serta berkahilah hambamu dan Rasulmu Muhammad, juga kepada keluarganya, dan para sahabatnya dengan shalawat dan salam yang banyak.

            Amma ba'du:

Hinanya Hati Yang Keras

Oleh Ustadz Abu Ahmad Said Yai

أَفَمَنْ شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ فَهُوَ عَلَىٰ نُورٍ مِنْ رَبِّهِ ۚ فَوَيْلٌ لِلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

Maka apakah orang-orang yang dibukakan oleh Allâh hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Rabb-nya (sama dengan orang yang hatinya keras)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang hatinya keras untuk mengingat Allâh. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata [az-Zumar/39:22]

RINGKASAN TAFSIR[1]
“Maka apakah orang-orang yang dibukakan oleh Allâh hatinya untuk (menerima) agama Islam”, yaitu dengan dipermudah untuk mengenal-Nya, bertauhid kepada-Nya, taat akan perintah-Nya dan menjadi bertambah semangat untuk mengerjakan ajaran Islam. Dan ini adalah pertanda yang baik bagi seseorang.

“Lalu ia mendapat cahaya dari Rabb-nya”, yaitu cahaya kebenaran yang membuat hatinya bertambah yakin. Apakah mereka itu sama dengan orang yang hatinya keras? Tentu saja tidak sama.

“Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang hatinya keras untuk mengingat Allâh”, yaitu mereka yang hatinya tidak lunak ketika diingatkan akan Allâh, tidak khusyû’, tidak paham, tidak sadar dan selalu membangkang.

“Mereka itu dalam kesesatan yang nyata” yang akan mengantarkan mereka kepada kebinasaan.

HATI MEMILIKI SIFAT
Setiap manusia memiliki sifat yang berbeda-beda. Sifat-sifat tersebut pun bisa berubah-ubah setiap waktu. Begitu pula hati, dia pun memiliki sifat. Hati bisa menjadi sehat dan juga bisa menjadi sakit. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا

Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allâh penyakitnya .... [al-Baqarah/2:10]

Makna Syahadat Muhammad Rasulullah

PERTANYAAN
Syahadat ini sangat dihafal oleh kaum muslimin. Kalimatnya begitu pendek dan sederhana tetapi terwariskan secara turun temurun. Namun, tidak sedikit yang tidak tahu-menahu tentang kedalaman makna hakiki yang dikandungnya dan konsekuensi yang mesti tertanam dalam lubuk hati pengucapnya. Olehnya itu, bagaimana agama menjelaskannya?

JAWABAN
Syahadat La Ilaha Illallah dan syahadat Muhammad Rasulullah adalah satu rukun yang tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lain, dan keduanya menjadi satu rukun walaupun terdiri dari dua bahagian. Sebab seluruh ibadah dibangun di atas keduanya, maka tidaklah diterima ibadah itu kecuali ikhlas untuk Allah ‘Azza Wa Jalla, dan ini adalah kandungan dari syahadat La Ilaha Illallah, dan ittiba’ ‘mengikuti’ Rasulullah shallallahu alaihi wa alihi wa sallam , dan ini adalah kandungan dari syahadat Muhammad Rasulullah. Karena itu, mengetahui makna, kandungan dan konsekuensi (keharusan) syahadat Muhammad Rasulullah sangatlah penting sebagaimana syahadat La Ilaha Illallah. Seseorang, kalau mau masuk Islam, harus mengucapkan dua kalimat syahadat tersebut, kemudian wajib memahami dan mengamalkan kedua syahadat tersebut lahir dan batin, dan wajib mengulangi kedua syahadat tersebut minimal sembilan kali dalam sehari semalam.

Kamis, 25 Desember 2014

Sunnah Kauniyah Yang Mendatangkan Rezeki

Allah dan Rasul-Nya yang mulia tidak meninggalkan umat Islam tanpa petunjuk dalam kegelapan, berada dalam keraguan dalam usahanya mencari penghidupan.
Tetapi sebaliknya, sebab-sebab rizki itu telah diatur dan dijelaskan. Seandainya umat ini mau memahaminya, menyadarinya, berpegang teguh dengannya serta menggunakan sebabsebab itu dengan baik, niscaya Allah Yang Maha Pemberi Rizki dan memiliki kekuatan akan memudahkannya mencapai jalan-jalan untuk mendapatkan rizki dari setiap arah, serta akan dibukakan untuknya keberkahan dari langit dan bumi. Allah berfirman:
وكم من دآبة لا تحمل رزقها، الله يرزقها وإياكم وهو السميع العليم.
“Dan berapa banyak makhluk bergerak yang bernyawa yang tidak (dapat) membewa (mengurus) rezekinya sendiri, Allah lah yang member rezeki kepadanya dan kepadamu. Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui" (Al-Ankabut: 60) Mereka itu lupa atau pura-pura lupa bahwa Sang Khaliq tidaklah mensyariatkan agamaNya hanya sebagai petun-juk bagi umat manusia dalam perkara-perkara akhirat dan kebahagiaan mereka di sana saja. Tetapi Allah mensyariatkan agama ini juga untuk menunjuki manusia dalam urusan kehidupan dan kebahagiaan mereka di dunia. Bahkan do'a yang sering dipanjatkan Nabi kita , kekasih Tuhan Semes-ta Alam, yang dijadikanNya sebagai teladan bagi umat ma-nusia adalah: ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار “Wahai Tuhan kami, karuniakanlah kepada kami kebaik-an di dunia dan di akhirat, dan jagalah kami dari siksa api Neraka.”

Sunnah-sunnah itu adalah:

Keikhlasan pun sangat membutuhkan kesabaran

# Keikhlasan pun sangat membutuhkan kesabaran #


1) Sabar untuk mengikhlaskan niat dan membersihkannya dari riya' dan tujuan duniawi tatkala sebelum beramal dan juga tatkala sedang beramal.

Jangan pernah membohongi diri, dengan menyatakan saya sedang berjuang di jalan Allah akan tetapi ternyata ada udang di balik batu. Jika engkau membohongi dirimu, yang sekaligus berarti engkau membohongi Allah dan publik maka suatu saat Allah akan memunculkan udangmu tersebut dihadapan publik...maka berhati-hatilah...!

2) Setelah beramal harus sabar agar amalan tersebut tidak dirusak oleh ujub dan takabbur yang sewaktu waktu timbul karena kekaguman terhadap amalan tersebut atau merasa jasa dan peranmu yang besar sehingga jadilah engkau merasa sok "penting". Padahal semua keberhasilanmu datangnya dari Allah semata.

3) Sabar untuk menyembunyikan amalan tersebut dan tidak menampakannya kepada orang lain, karena pahala amalan yg tersembunyi lebih besar. Inipun butuh kesabaran yang besar, karena jiwa selalu ingin menceritakan amalannya kepada orang lain agar dihargai dan dihormati

4) Jika engkau berbuat baik kepada orang lain maka bersabarlah dengan menjaga keikhlasanmu dengan tdk marah tatkala air susumu dibalas dengan air tuba oleh orang yang kau bantu. Karena sesungguhnya engkau tdk mengarapkan "balas jasanya" dan tidak pula ucapan "terima kasihnya". Akan tetapi engkau hanya mengharapkan wajah Allah.

Allah berfirman:
إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا
Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.

Setelah itu Allah berfirman :
وَجَزَاهُم بِمَا صَبَرُوا جَنَّةً وَحَرِيرًا
Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka (dengan) surga dan (pakaian) sutera, (QS Al-Insan 9, 12)

Oleh: Ustadz Firanda Andirja, MA -hafizhahullah-

Sepuluh Penghalang untuk Mengikuti Kebenaran


Ini merupakan suatu jawaban atas adanya masalah yang selama ini menggelayuti kehidupan manusia sebagai suatu penghalang untuk mencapai kemaslahatan dunia dan akhirat.

Setiap muslim pasti menginginkan agar dalam hidup di dunia ini dirinya benar-benar berada diatas jalan yang haq atau di atas Shirathal Mustaqim, bahkan kita selalu berdoa kepada Allah dalam shalat kita minimal tujuh belas kali sehari dengan doa: “Ihdinash shirathal mustaqim (Berilah kami petunjuk ke jalan yang lurus).”

Itulah doa yang selalu kita panjatkan, agar kita dapat tetap berjalan di atas kebenaran, mengikuti jalan Islam yang haq, untuk taat kepada Allah,Untuk meninggalkan perbuatan maksiat kepada-Nya, untuk mengikuti jejak Rasullallah dan para sahabatnya, untuk menjauhi segala bentuk bid’ah dan kesesatan, untuk merealisasikan itu semua tidaklah mudah, karena dia harus menghadapi banyak rintangan dan godaan yang selalu menghalanginya dari kebenaran tersebut.

Diantaranya terdapat sepuluh sebab yang menghalangi manusia untuk mengikuti kebenaran, antara lain sebagai berikut:

Saudariku, Jangan Gunakan Lisanmu untuk Melaknat

Penulis: Ummu Salamah As-Suluni

Termasuk bagian dari kenikmatan yang diberikan Allah kepada hamba-Nya adalah lisan. Dengan lisan, kita dapat mengungkapkan pikiran dan perasan kita. Terkadang kita menganggap sepele atau bahkan melupakan perkara yang berhubungan dengan lisan, sehingga kita sering mendengar seseorang yang mengucapkan sesuatu yang tanpa disadari bisa menimbulkan murka Allah Subhanahu wa Ta’ala. Lisan terkadang dapat mengantarkan pemiliknya ke tingkat tertinggi apabila lisan itu digunakan untuk kebaikan atau diarahkan kepada apa yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala. Namun lisan juga dapat menjerumuskan pemiliknya ke tingkat yang paling rendah, yaitu apabila lisan digunakan untuk perkara yang tidak diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Seorang mukmin senantiasa diperintahkan untuk menjaga lisannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna.” (QS. Al-Mukminun: 1-3)

Allah Ta’ala Tidak Butuh Ibadah Kita

Ketahuilah, Allah Ta’ala tidak membutuhkan amal ibadah kita. Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk menyembah-Nya, namun bukan karena Ia butuh untuk disembah. Allah berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ

“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku (saja). Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh” (QS. Adz Dzariat: 56-58)

Kita beribadah atau tidak, kita melakukan amal kebaikan atau tidak, kita taat atau ingkar, kita maksiat atau tidak, sama sekali tidak berpengaruh pada keagungan Allah Ta’ala. Andai seluruh manusia beriman dan bertaqwa, keagungan Allah tetap pada kesempurnaan-Nya. Andai semua manusia kafir dan ingkar kepada Allah, sama sekali tidak mengurangi kekuasaan-Nya. Dalam sebuah hadits qudsi Allah berfirman:

يا عبادي ! لو أن أولكم وآخركم وإنسكم وجنكم . كانوا على أتقى قلب رجل واحد منكم . ما زاد ذلك في ملكي شيئا . يا عبادي ! لو أن أولكم وآخركم . وإنسكم وجنكم . كانوا على أفجر قلب رجل واحد . ما نقص ذلك من ملكي شيئا

“Wahai hamba-Ku, andai seluruh manusia dan jin dari yang paling awal sampai yang paling akhir, seluruhnya menjadi orang yang paling bertaqwa, hal itu sedikitpun tidak menambah kekuasaan-Ku. Wahai hamba-Ku, andai seluruh manusia dan jin dari yang paling awal sampai yang paling akhir, seluruhnya menjadi orang yang paling bermaksiat, hal itu sedikitpun tidak mengurangi kekuasaan-Ku” (HR. Muslim, no.2577)

Demikianlah, Allah Ta’ala tidak butuh terhadap ibadah kita. Lalu untuk apa kita berlelah-lelah, menghabiskan banyak waktu untuk beramal dan beribadah? Karena kita yang butuh untuk itu. Allah Ta’ala berfirman:

إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا

“Jika kamu berbuat baik, kebaikan itu bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri” (QS. Al Isra: 7)

وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ

“Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri” (QS. Luqman: 7)

Maka apa lagi alasan untuk enggan dan malas beribadah dan beramal? Bukankah itu untuk kita sendiri?

oleh: Yulian Purnama
http://kangaswad.wordpress.com

Penyebab Tidak Istiqamah


"Ternyata Penyebab Tidak Istiqamah adalah Tidak Ikhlas"

بسم الله الرحمن الرحيم, الحمد لله رب العالمين و صلى الله و سلم وبارك على نبينا محمد و آله و صحبه أجمعين, أما بعد:

Sering seseorang mengeluh, “Ibadah sebulan maksiat setahun.”

Sering seseorang mengadu, “Taat kepada Allah seminggu dosanya sebulan.”

Sering seseorang mengadu tidak istiqamah di dalam iman, ibadah dan ketaatan!!!

Ternyata salah satu penyebabnya adalah tidak ikhlas..

Salah satu penyebabnya adalah ingin dilihat oleh selain Allah Ta’ala, ingin diberikan pujian, sanjungan oleh selain Allah Ta’ala.

Mari kita perhatikan ayat-ayat mulia berikut ini:

Kiat Agar Tetap Istiqomah


Ada beberapa sebab utama yang bisa membuat seseorang tetap teguh dalam keimanan.

#Pertama: Memahami dan mengamalkan dua kalimat syahadat dengan baik dan benar.
Allah Ta’ala berfirman,
يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ

“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang lalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS. Ibrahim: 27)

Tafsiran ayat “Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh …” dijelaskan dalam hadits berikut.
الْمُسْلِمُ إِذَا سُئِلَ فِى الْقَبْرِ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، فَذَلِكَ قَوْلُهُ : يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِى الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِى الآخِرَةِ .

“Jika seorang muslim ditanya di dalam kubur, lalu ia berikrar bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, maka inilah tafsir ayat: “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat”.“[9]

Qotadah As Sadusi mengatakan, “Yang dimaksud Allah meneguhkan orang beriman di dunia adalah dengan meneguhkan mereka dalam kebaikan dan amalan sholih. Sedangkan di akhirat, mereka akan diteguhkan di kubur (ketika menjawab pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir, pen).” Perkataan semacam Qotadah diriwayatkan dari ulama salaf lainnya.[10]

Mengapa Allah bisa teguhkan orang beriman di dunia dengan terus beramal sholih dan di akhirat (alam kubur) dengan dimudahkan menjawab pertanyaan malaikat “Siapa Rabbmu, siapa Nabimu dan apa agamamu”? Jawabannya adalah karena pemahaman dan pengamalannya yang baik dan benar terhadap dua kalimat syahadat. Dia tentu memahami makna dua kalimat syahadat dengan benar. Memenuhi rukun dan syaratnya. Serta dia pula tidak menerjang larangan Allah berupa menyekutukan-Nya dengan selain-Nya, yaitu berbuat syirik.

Oleh karena itu, kiat pertama ini menuntunkan seseorang agar bisa beragama dengan baik yaitu mengikuti jalan hidup salaful ummah yaitu jalan hidup para sahabat yang merupakan generasi terbaik dari umat ini. Dengan menempuh jalan tersebut, ia akan sibuk belajar agama untuk memperbaiki aqidahnya, mendalami tauhid dan juga menguasai kesyirikan yang sangat keras Allah larang sehingga harus dijauhi. Oleh karena itu, jalan yang ia tempuh adalah jalan Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam beragama yang merupakan golongan yang selamat yang akan senantiasa mendapatkan pertolongan Allah.

Manusia Akan Diuji dengan Dua Perkara


Dunia merupakan dar al ibtilaa`, negeri ujian. Manusia yang tinggal di dalamnya akan diuji oleh Allah rabbul ‘aalamin, satu-satunya pemilik kehidupan ini. Yang sukses melewati ujian akan mendapat keberuntungan yang besar, sementara yang gagal akan menerima kerugian yang nyata.

Manusia akan diuji dengan dua perkara:

#Pertama: Dengan kejadian-kejadian yang Allah tentukan atas mereka, yang Allah kehendaki dan tidak ada siapa pun yang dapat mencegahnya. Utamanya adalah kejadian-kejadian yang tidak manusia harapkan. Setiap manusia akan Allah uji dengan takdir-takdir-Nya (hukum-hukum kauniyyah) yang tidak disukainya. Tidak ada manusia yang selalu dalam keadaan sesuai keinginannya. Kejadian-kejadian yang tidak manusia inginkan akan kerap hadir dalam kehidupannya. Allah berfirman,

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (155) الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (156) أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun” mereka Itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka Itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al Baqarah: 155-157)

#Kedua: Dengan hukum-hukum yang Allah tetapkan atas mereka, yang Allah syariatkan melalui rasul-Nya dan tidak ada seorang pun yang boleh menentangnya. Allah juga akan menguji manusia dengan syariat-Nya (hukum-hukum syar’iyyah). Allah menetapkan hal-hal yang dihalalkan, hal-hal yang diharamkan, hal-hal yang wajib dikerjakan dan hal-hal yang harus ditinggalkan. Semuanya harus dipatuhi. Manusia harus tunduk kepada hukum-hukum-Nya. Allah berfirman,

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,” (QS. Al Mulk: 2)

Dua ujian diatas adalah menu kehidupan kita di dunia ini. Keduanya juga saling berhubungan. Saat kita diuji dengan kejadian yang kita tidak sukai, kita juga diuji untuk tetap menjaga hukum-hukum Allah. Jangan sampai kejadian-kejadian yang tidak kita harapkan membuat kita meninggalkan kewajiban dan melanggar aturan Allah. Begitupun saat kita menyatakan beriman dan menjalankan syariat-Nya, Allah akan menguji kita dengan kejadian-kejadian yang tidak kita harapkan. Allah berfirman (yang artinya):

“Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? dan Sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. ataukah orang-orang yang mengerjakan kejahatan itu mengira bahwa mereka akan luput (dari azab) kami? Amatlah buruk apa yang mereka tetapkan itu.” (QS. Al Alkabut: 1-4)

Manusia harus bersabar dalam melewati setiap ujian yang datang kepadanya. Sabar saat menghadapi kejadian-kejadian yang tidak ia sukai, begitu pula sabar dalam menjalankan syariat-Nya. Sehingga kemenangan, pahala yang besar, keberuntungan dan kenikmatan yang abadi kelak dapat ia raih. Allah berfirman,

إِنِّي جَزَيْتُهُمُ الْيَوْمَ بِمَا صَبَرُوا أَنَّهُمْ هُمُ الْفَائِزُونَ

“Sesungguhnya aku memberi Balasan kepada mereka di hari ini, karena kesabaran mereka; Sesungguhnya mereka Itulah orang-orang yang menang.” (QS. Al Mu’minun: 111)

Wallahu a’alam.

Ustadz Abu Khalid Resa Gunarsa, Subang – Sagalaherang, 22 Syawwal 1345 H

Induk Kekufuran

Berkata Imam Ibnul Qayyim rahimahullah:

«أركان الكفر أربعةٌ: الكبر والحسد والغضب والشهوة، فالكبر يمنعه الانقياد، والحسد يمنعه قبول النصيحة وبذلُها، والغضب يمنعه العدل، والشهوة تمنعه التفرُّغ للعبادة، فإذا انهدم ركن الكبر سَهُل عليه الانقياد، وإذا انهدم ركن الحسد سَهُل عليه قبول النصح وبذلُه، وإذا انهدم ركن الغضب سَهُل عليه العدل والتواضع، وإذا انهدم ركن الشهوة سَهُل عليه الصبر والعفاف والعبادة، وزوال الجبال عن أماكنها أيسر مِن زوال هذه الأربعة عمَّن بُلي بها ولاسيَّما إذا صارت هيئاتٍ راسخةً وملكاتٍ وصفاتٍ ثابتةً، فإنه لا يستقيم له معها عملٌ ألبتَّة ولا تزكو نفسُه مع قيامها بها، وكلَّما اجتهد في العمل أفسدته عليه هذه الأربعة، وكلُّ الآفات متولِّدةٌ منها، وإذا استحكمت في القلب أَرَتْه الباطلَ في صورة الحقِّ والحقَّ في صورة الباطل، والمعروفَ في صورة المنكر والمنكرَ في صورة المعروف، وقرَّبت منه الدنيا وبعَّدت منه الآخرةَ، وإذا تأمَّلتَ كُفْرَ الأمم رأيتَه ناشئًا منها، وعليها يقع العذاب، وتكون خفَّتُه وشدَّتُه بحسب خفَّتها وشدَّتها، فمن فتحها على نفسه فُتح عليه أبوابُ الشرور كلِّها عاجلاً وآجلاً، ومن أغلقها على نفسه أغلق عنه أبوابَ الشرور، فإنها تمنع الانقيادَ والإخلاص والتوبة والإنابة وقبول الحقِّ ونصيحةَ المسلمين والتواضع لله ولخلقه».

Sendi-sendi kekufuran itu ada empat : al-kibr (kesombongan), al-hasad (rasa iri), al-ghadab (marah atau emosi) dan asy-syahwat (nafsu syahwat)

Kesombongan akan menghalangi seseorang dari berbuat taat. Rasa iri menghalangi seseorang dari menerima atau memberikan nasehat. Marah menghalangi seseorang dari berbuat adil. Nafsu menghalangi seseorang dari memfokuskan diri pada ibadah. Artinya, jika sendi kesombongan itu sirna, maka seseorang akan dengan mudah melakukan ketaatan. Jika tidak ada rasa iri dengki, maka seseorang akan mudah menerima atau memberikan nasehat. Jika tidak emosi, maka seseorang bisa berlaku adil dan tawaddhu’ (merendahkan diri) dengan mudah. Jika syahwat tidak ada, maka dengan mudah seseorang bisa bersabar, menahan diri dan memfokuskan diri untuk beribadah.

Keempat sifat tercela ini tidak bisa hilang begitu saja. Gunung yang kokoh lebih mudah sirna dibandingkan empat sifat ini. Terutama jika sifat-sifat ini sudah menjadi perangai yang melekat, maka tidak ada satu amalan pun yang bisa dilakukan dengan konsisten serta jiwa pelakunya tidak bisa bersih selama sifat-sifat buruk ini masih melekat meskipun dia melakukan amal shalih. Tiap kali berusaha melakukan amal shalih, empat sifat ini datang merusaknya. Dan semua bencana yang menimpa seseorang bermula dari empat sifat ini. Jika sifat-sifat sudah bertengger di hati, dia akan mengubah pandangan hati, yang bathil terlihat haq dan yang haq terlihat bathil, yang ma’rûf terlihat mungkar dan begitu sebaliknya. Sifat-sifat ini akan mendekatkan pelakunya kepada dunia dan menjauhkannya dari akhirat.

Jika kita merenungi kekufuran berbagai umat, kita akan dapati bahwa kekufuran mereka itu berawal dari sifat-sifat tercela ini. Sifat-sifat inilah yang menyebabkan adzab. Berat atau ringannya adzab tergantung pada berat atau ringannya sifat-sifat buruk ini pada seseorang. Barangsiapa memberi kesempatan kepada sifat-sifat ini untuk bertengger dihatinya, berarti dia telah membuka seluruh pintu keburukan bagi dirinya, di dunia dan akhirat. Sebaliknya, barangsiapa yang menutup celah bagi sifat-sifat ini, berarti dia telah menutup semua jalan keburukan. Sifat-sifat buruk ini menghalangi seseorang dari ketaatan, ikhlas, taubat, menerima kebenaran, menerima nasehat serta menghalangi dari tawaddhu’ kepada Allah Azza wa Jalla dan sesama makhluk.

(Fawâidul Fawâid, karya Ibnul Qayyim rahimahullah, tahqîq Syaikh Ali Hasan bin `Ali bin `Abdul Hamîd al-halaby al-atsary, hlm. 288-290)

~Ust Hizbul Majid Al-Jawi~
https://www.facebook.com/

Bebaskan Rumah Muslim Dari Asap Rokok!


Oleh Muhammad Ashim bin Musthofa

Sungguh sangat memprihatinkan, pemandangan sejumlah kaum muslimin yang asyik menyulut rokok di serambi masjid. Padahal, biasanya hal-hal yang berbau asap, hanya di jumpai di tempat-tempat kotor (pembuangan sampah) dan polusi seperti di terminal, jalanan atau tempat lainnya yang sejenis.

Bahkan orang-orang yang telah ditokohkan oleh masyarakat tidak lepas dari kebiasaan “membakar diri” ini. Tidak mengherankan bila rokok menjadi sesuatu yang gampang dicari, barangnya maupun penggemarnya. Bahkan kegemaran merokok ini pun terbawa saat menunaikan ibadah haji, sehingga menjadi melekat pada jama’ah haji Indonesia. Karena memang, ada saja jama’ah haji Indonesia yang nekad menyulut rokok di dekat pintu keluar Masjidil Haram. Maka pantas saja, dalam salah satu selebaran yang dibagikan cuma-cuma di sana, memuat pelanggaran-pelanggaran yang kerap dilakukan oleh jama’ah haji Indonesia, di antaranya adalah merokok. Sungguh sangat memprihatinkan sekali.

# ALLAH MEMERINTAHKAN KITA AGAR MENGKONSUMSI YANG BAIK-BAIK #

Demikianlah perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang ditujukan kepada para rasul-Nya dan kaum mukminin. Satu perintah yang sudah pasti bersumber dari rahmat dan kasih Allah Subhanhu wa Ta’ala kepada para hamba-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

يَآأَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَاتَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

“Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” [Al-Mukminun : 51]

Syaikh Abdur-Rahman As-Sa’di rahimahullah menjelaskan, salah satu kandungan ayat diatas menyatakan, bahwa para rasul secara keseluruhan sepakat membolehkan makanan-makanan yang baik-baik dan mengharamkan barang-barang yang buruk.[1]

Semangat Para Ulama Salaf Dalam Menuntut Ilmu

Para ulama salaf telah memberi contoh terbaik dan teladan yang agung tentang bagaimana bersemangat dalam menuntut ilmu agama, meraihnya serta rindu kepadanya. Marilah wahai saudaraku tercinta, mengembara bersama kami untuk memetik mawar-mawar mereka.

Abdun bin Humaid berkata, ketika pertama kali duduk, Yahya bin Ma’in bertanya kepada saya tentang sebuah hadits. Saya sampaikan kepadanya, “haddatsana Hammad bin Salamah ‘an …“, Yahya bin Ma’in pun memotong “seandainya engkau membacakan hadits dari kitabmu niscaya itu lebih baik dan lebih kuat (validitasnya)”. Lalu aku katakan, “kalau demikian saya akan pergi untuk mengambil kitab saya”. Tiba-tiba Yahya bin Ma’in memegang bajuku dan berkata, “kalau begitu bacakan saja dari hafalanmu, karena saya khawatir tidak bertemu anda lagi (maksudnya ia khawatir Abdun bin Humaid wafat ketika mengambil kitab)”. Maka aku pun membacakannya dari hafalanku, lalu saya pergi mengambil kitabku dan membacakannya lagi (Al Jami’ li Akhlaqir Rawi Wa Adabis Sami’, Al Khatbib Al Baghdadi).

Syaikh Abdullah bin Hamud Az Zubaidi belajar kepada Syaikh Abu Ali Al Qaali. Abu Ali memiliki kandang ternak di samping rumahnya. Beliau mengikat tunggangannya di sana. Suatu ketika, murid beliau, Abdullah bin Hamud Az Zubaidi, tidur di kandang ternaknya agar bisa mendahului murid-murid yang lain menjumpai sang guru sebelum mereka datang. Agar bisa mengajukan pertanyaan sebanyak mungkin sebelum orang berdatangan. Allah mentakdirkan Abu Ali keluar dari rumahnya sebelum terbit fajar. Az Zubaidi mengetahui hal tersebut dan langsung berdiri mengikutinya di kegelapan malam. Merasa dirinya dibuntuti oleh seseorang dan khawatir kalau itu seorang pencuri yang ingin mencelakai dirinya, Abu Ali berteriak, “celaka, siapa anda?”. Az Zubaidi berkata, “aku muridmu, Az Zubaidi”. Abu Ali berkata, “sejak kapan anda membuntuti saya? Demi Allah tidak ada di muka bumi ini orang yang lebih tahu tentang ilmu Nahwu selain anda, maka pergilah tinggalkan saya” (Inaabatur Ruwat ‘ala Anbain Nuhaat, Al Qifthi, 2/119).

Manfaat Duduk Bersama Orang Shalih

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata;


Duduk bersama orang-orang shaleh dapat merubah 6 keadaanmu menjadi 6 keadaan yang lain;

1. Dari ragu terhadap aturan agama menjadi yakin.

2. Dari riya menjadi ikhlash

3. Dari lalai menjadi sadar dan selalu ingat

4. Dari cinta dunia menjadi rindu dan cinta akhirat

5. Dari sombong menjadi rendah hati

6. Dari buruk niat menjadi tulus untuk memberi manfaat.

-----------

.
قال ابن القيم رحمه الله
مجالسة الصالحين تحولك من
ستة إلى ستة:

1- من الشك إلى اليقين.
... 2- ومن الرياء إلى الإخلاص.
3- ومن الغفلة إلى الذكر. …
4- ومن الرغبة في الدنيا إلى الرغبة في الآخرة.
5- ومن الكبر إلى التواضع.
6- ومن سوء النية إلى النصيحة.

رزقنا الله وإياكم الصحبة الصالحة..

ويبقي الاثر

[Ust Muhammad Irfan Zain]

Rekaman Kajian "Tazkiyatun Nafs"

Video Kajian Spesial Ramadhan Full..

Judul Kitab:
"Tazkiyatun Nufus" (Penyucian Jiwa)

Penulis:
Fadiilatusy Syaikh DR. Ahmad Farid hafidhahullah

"Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,
dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya".
[QS 91 Asy-Syams 9-10]

Acara diselenggarakan mulai 1 Ramadhan sampai dengan akhir Ramadhan 1435 H

Waktu : Jam 16.00 - 17.00 WIB

Tempat : Masjid An Nur Jagalan, Jl. Kapten Piere Tendean 1c/1 Malang

Mohon disebarkan, supaya banyak manfaatnya dan menjadi amal jariyah, jazakumulloh khoir..

Akhukum Fillah
@AbdullahHadrami

Ini linknya; https://www.youtube.com/playlist?list=PL56CBwXeGV240uzv0UJNiZVJRr1NoKE2_

Apabila Engkau Diungguli Dalam Perkara Dunia

# Diungguli Masalah Dunia, Ajak Mereka Berlomba-Lomba Dengan Akhirat #

Terkadang hati dan iman kita sedang lemah, kita bisa jadi timbul rasa iri, mereka bisa segera meraih kenikmatan dunia, sedangkan kita terkadang sibuk dengan menuntut ilmu dan dakwah sehingga dunia tidak banyak kita dapat. Maka kita ajaklah mereka berlomba-lomba dengan akhirat misalnya:

-ketika mendengar teman sudah bisa punya rumah dengan membayar KPR maka kita katakan, kita juga sedang membangun rumah disurga dengan memakmurkan masjid dan amalan lainnya.

-ketika mendengar anak tetangga lancar les bahasa inggris, maka kita katakan, anak kita sudah lancar bahasa Arab .

-ketika mendengar teman sudah kulias S2 atau S3 di Amerika dan Eropa maka kita katakan, saya sudah menghapal sekian juz Al-Quran dan berpuluh-puluh hadits.

Al Hasan Al Bashri mengatakan,

إذا رأيت الرجل ينافسك في الدنيا فنافسه في الآخرة

“Apabila engkau melihat seseorang mengunggulimu dalam masalah dunia, maka unggulilah dia dalam masalah akhirat.”

Wahib bin Al Warid mengatakan,

إن استطعت أن لا يسبقك إلى الله أحد فافعل

“Jika kamu mampu untuk mengungguli seseorang dalam perlombaan menggapai ridha Allah, lakukanlah.”

Sebagian salaf mengatakan,

لو أن رجلا سمع بأحد أطوع لله منه كان ينبغي له أن يحزنه ذلك

“Seandainya seseorang mendengar ada orang lain yang lebih taat pada Allah dari dirinya, sudah selayaknya dia sedih karena dia telah diungguli dalam perkara ketaatan.”[1]

Tanda-Tanda Diterimanya Amal Ibadah & Taubat

 Oleh: Muhammad Wasitho Abu Fawaz


Sesungguhnya setiap muslim dan muslimah sudah pasti senantiasa berharap agar amalan-amalan kebaikannya menjadi sah dan diterima Allah ta’ala, dan keburukan-keburukannya dimaafkan dan dihapuskan oleh-Nya. Sebab dengan demikian ia akan menjadi hamba Allah yg hidup selamat dan bahagia di dunia dan akhirat.

Jika amalan kebaikan seorang hamba telah diterima Allah, maka itu sebagai tanda bahwa amalan yg dikerjakannya telah benar dan sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam. Allah Ta’ala berfirman:
{ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنْ الْمُتَّقِينَ }

Artinya: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amalan) dari orang-orang yg bertakwa.” (QS. Al-Maidah: 27).

» Al-Fudhoil bin ‘Iyadh rahimahullah berkata: “Sesungguhnya amalan (ibadah) itu jika dikerjakan dengan ikhlas karena Allah, namun caranya tidak benar, maka amalan ibadah tsb tidak diterima Allah. Demikian pula sebaliknya, amalan (ibadah) jika dikerjakan dengan cara yg benar, namun niatnya tidak ikhlas karena Allah, maka amalan (ibadah) itu juga tidak diterima Allah, sehingga amalan ibadah tsb dikerjakan dengan ikhlas karena mengharap wajah Allah semata, dan benar karena sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.”

(*) Lalu, bagaimana dan apa saja tanda-tanda suatu amal ibadah dan taubat seorang hamba telah diterima Allah ta’ala, dan jerih payahnya telah membuahkan hasil?

Berikut ini kami akan sebutkan sebagian tanda dan ciri diterimanya amal ibadah dan taubat seorang hamba sebagaimana dijelaskan oleh para ulama sunnah.

Syarat Utama Diterimanya Amal Ibadah


Oleh: Muhammad Wasitho Abu Fawaz

A. TUJUAN DAN HIKMAH PENCIPTAAN MANUSIA dan JIN

Sesungguhnya Allah Ta’ala menciptakan alam semesta tidaklah dengan sia-sia atau tanpa hikmah di balik penciptaan tersebut. Akan tetapi Allah memiliki maksud dan tujuan yang mulia. Allah Ta’ala berfirman :

وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاءَ وَاْلأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا بَاطِلاً

“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antaranya keduanya tanpa hikmah” (QS. Shaad : 27)

Adapun hikmah dari penciptaan jin dan manusia di alam semesta ini adalah agar mereka beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya. Allah Ta’ala berfirman :

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka menyembah-Ku”. ( (QS. Al Dzariyat : 56)

Inilah tujuan yang agung dari penciptaan jin dan manusia, yaitu agar mereka hanya beribadah kepada Allah. Hal ini menunjukkan bahwa tidaklah Allah menciptakan mereka karena Allah butuh kepada mereka, akan tetapi justru merekalah yang membutuhkan Allah. Dan ayat ini menunjukkan pula tentang wajibnya manusia dan jin untuk mentauhidkan Allah dan barang siapa mengingkarinya maka ia termasuk orang yang kafir, yang tidak ada balasan baginya kecuali neraka.

Karakter Hamba yang Bersemangat Menggapai Kebahagiaan Akhirat

# Karakter Hamba yang Bersemangat Menggapai Kebahagiaan Akhirat

1) Tunduk kepada Allah ta'ala
2) Tawadhu
3) Memiliki hati yang selamat dari syirik, bid'ah dan maksiat
4) Memiliki Qolbu yang cenderung kepada dzikrullah
5) Bersemangat mengerjakan segala sesuatu yang dapat mendekatkan diri kepada Allah
6) Tidak berbangga atas apa yang dimilikinya
7) Tidak larut dalam kesedihan tatkala kehilangan
8) Tidak menyibukkan diri pada sesuatu yang tidak bermanfaat
9) Tidak bakhil terhadap harta yang ada padanya
10) Jujur
11) Senantiasa menjaga kesuciannya
12) Terhadap urusan dunia, lebih mengutamakan orang lain
13) Memiliki perangai yang lembut
14) Menjaga martabatnya dihadapan manusia
15) Memuliakan saudara seiman
16) Memanfaatkan waktusecara optimal
17) Senantiasa menjaga lisan
18) Tidak egois

~ Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyyah Rahimahullah ~

Ciri-ciri Ilmu Yang Bermanfaat dan Yang Tidak Bermanfaat

# Ciri-ciri ilmu yang bermanfaat di dalam diri seseorang #


• Menghasilkan rasa takut dan cinta kepada Allah

• Menjadikan hati tunduk atau khusyuk kepada Allah dan merasa hina di hadapan-Nya dan selalu bersikap tawaduk

• Membuat jiwa selalu merasa cukup (qanaah) dengan hal-hal yang halal walaupun sedikit yang itu merupakan bagian dari dunia

• Menumbuhkan rasa zuhud terhadap dunia

• Senantiasa didengar doanya

• Ilmu itu senantiasa berada di hatinya

• Menganggap bahwa dirinya tidak memiliki sesuatu dan kedudukan

• Menjadikannya benci akan tazkiah dan pujian

• Selalu mengharapkan akhirat

• Menunjukkan kepadanya agar lari dan menjauhi dunia. Yang paling menggiurkan dari dunia adalah kepemimpinan, kemasyhuran dan pujian

• Tidak mengatakan bahwa dia itu memiliki ilmu dan tidak mengatakan bahwa orang lain itu bodoh, kecuali terhadap orang-orang yang menyelisihi sunnah dan ahlussunnah. Sesungguhnya dia mengatakan hal itu karena hak-hak Allah, bukan untuk kepentingan pribadinya.

• Berbaik sangka terhadap ulama-ulama salaf (terdahulu) dan berburuk sangka pada dirinya.

• Mengakui keutamaan-keutamaan orang-orang yang terdahulu di dalam ilmu dan merasa tidak bisa menyaingi martabat mereka

• Sedikit berbicara karena takut jika terjadi kesalahan dan tidak berbicara kecuali dengan ilmu. Sesungguhnhya, sedikitnya perkataan-perkataan yang dinukil dari orang-orang yang terdahulu bukanlah karena mereka tidak mampu untuk berbicara, tetapi karena mereka memiliki sifat wara’ dan takut pada Allah Taala
____________________________________________

# Adapun ciri-ciri ilmu yang tidak bermanfaat di dalam diri seseorang #

• Ilmu yang diperoleh hanya di lisan bukan di hati

• Tidak menumbuhkan rasa takut pada Allah

• Tidak pernah kenyang dengan dunia bahkan semakin bertambah semangat dalam mengejarnya

• Tidak dikabulkan doanya

• Tidak menjauhkannya dari apa-apa yang membuat Allah murka

• Semakin menjadikannya sombong dan angkuh

• Mencari kedudukan yang tinggi di dunia dan berlomba-lomba untuk mencapainya

• Mencoba untuk menyaing-nyaingi para ulama dan suka berdebat dengan orang-orang bodoh

• Tidak menerima kebenaran dan sombong terhadap orang yang mengatakan kebenaran atau berpura-pura meluruskan kesalahan karena takut orang-orang lari darinya dan menampakkan sikap kembali kepada kebenaran

• Mengatakan orang lain bodoh, lalai dan lupa serta merasa bahwa dirinya selalu benar dengan apa-apa yang dimilikinya

• Selalu berburuk sangka terhadap orang-orang yang terdahulu

• Banyak bicara dan tidak bisa mengontrol kata-kata

=============
Ustadz Abu Ahmad Said Yai, MA

Memberi Manfaat Pada Sesama

# JATI DIRI KEMUSLIMAN KITA #

Sebagai muslim, kita semestinya menjadi pusaran-pusaran manfaat bagi orang lain yang menaruh harapan besar pada jati diri kemusliman kita.

Disetiap pilihan hidup -sebagai apapun- kemusliman kita harus memberi kemanfaatan. Sebab hanya orang yang selalu memberi manfaat kepada sesama yang akan mampu memancarkan cahaya islam dalam performa yang luhur.

Rasulullah shallahu alaihi wasallam bersabda:
1. "Manusia yang paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat bagi manusia,
2. Pekerjaan yang paling dicintai Allah adalah menggembirakan seorang muslim,
3. atau menjauhkan kesusahan darinya,
4. atau membayarkan hutangnya,
5. atau menghilangkan laparnya.
6. Sungguh aku berjalan bersama saudaraku yang muslim untuk sebuah keperluan lebih aku cintai daripada beri'tikaf di masjid ini (masjid Nabawi) selama sebulan,
7. Barangsiapa yang menahan amarahnya niscaya Allah akan menutup aibnya,
8. dan barangsiapa yang menahan murkanya padahal jika dia kehendaki melampiaskannya pasti ia lampiaskan niscaya Allah akan memenuhi hatinya dengan keridhaan pada hari kiamat,
9. dan barangsiapa yang berjalan bersama saudaranya muslim untuk sebuah keperluan hingga urusannya selesai, niscaya Allah akan tetapkan telapak kakinya pada hari ketika telapak kaki-telapak kaki tergelincir (hari kiamat)
10. dan sungguh akhlak yang buruk benar-benar akan menghancurkan amalan sebagaimana cuka menghancurkan madu."

(HR. Ath Thabrani di dalam Al Mu'jam Al Kabir, no. 13646, Dan Ibnu Abid Dunya dalam Qadhaa'ul hawaaij dari Ibnu Umar Radhiallahu anhuma serta dihasankan oleh al Albani di dalam Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah no. 906)

Oleh Ustadz Aan Chandra Thalib
https://m.facebook.com/752059814806636

Sebuah Renungan


Apakah anda selalu shalat shubuh berjamaah di masjid setiap hari?

Apakah anda selalu menjaga shalat yang lima waktu di masjid?

Apakah anda hari ini membaca Al-Qur’an?

Apakah anda rutin membaca dzikir setelah selesai melaksanakan shalat wajib?

Apakah anda selalu menjaga shalat sunnah rawatib sebelum atau sesudah shalat wajib?

Apakah anda hari ini khusyu’ dalam shalat, menghayati apa yang anda baca?

Apakah anda (hari ini) mengingat mati dan kubur?

Apakah anda (hari ini) mengingat hari kiamat, segala peristiwa dan kedahsyatannya?

Apakah anda telah memohon kepada Allah sebanyak tiga kali agar memasukkan anda ke dalam sorga? Sesungguhnya barangsiapa yang memohon demikian, sorga berkata; “Ya Allah masukkanlah ia ke dalam sorga.”

Apakah anda telah meminta perlindungan kepada Allah agar diselamatkan dari api neraka sebanyak tiga kali? Sesungguhnya barangsiapa yang berbuat demikian, neraka berkata: ”Ya Allah peliharalah dia dari api neraka.” (Berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam yang artinya, “Barangsiapa yang memohon sorga kepada Allah sebanyak tiga kali, sorga berkata; “Ya Allah masukkanlah ia ke dalam sorga.” Dan barangsiapa yang meminta perlindungan kepada Allah agar diselamatkan dari api neraka sebanyak tiga kali, neraka berkata; “Ya Allah selamatkan ia dari api neraka” (HR Tirmidzi dishahihkan oleh syaikh Al Albani dalam Shahih Al Jami’ No. 911)

Apakah anda (hari ini) membaca hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam?

Jauhilah Kesombongan

Bismilah....
Akhi fillah jauhkanlah kesombongan dalam diri kita dengan meremehkan orang lain yang belum mengenal manhaj ahlus sunnah, jangan juga meremehkan mereka. Ingat...siapa yang lebih dahulu masuk Islam Bilal atau Umar bin Khattab radhiyallahu’anhuma? Tentu bilal, namun manakah yang lebih utama umar atau Bilal? Tentu kita sepakat Umar lebih utama. Ingat Khalid bin Walid, Abu Sufyan, dan ‘Amr bin ‘Ash radhiyallahu’anhum mereka adalah dahulunya gembong-gembong musyrikin yang menentang dakwah namun dengan hidayah dari Allah Ta’ala mereka pun masuk Islam. Oleh karena itu semakin sering kita ngaji justeru menjadikan kita banyak tawadhu’ dan tidak menyombongkan diri dihadapan makhluk. Kita juga harusnya kasihan melihat orang yang belum dapat hidayah, karena kalau bukan karena hidayah Allah juga barang kali kita juga tidak beda jauh dengan mereka atau bahkan lebih buruk lagi. Namun, bukan berarti kita tidak boleh memberikan nasehat dan arahan, dikarenakan nasehat dan arahan adalah tanggung jawab moral kita kepada sesama kaum muslimin agar mereka mendapatkan petunjuk. Namun perlu dicamkan, tatkala kita memberikan nasehat kepada saudara kita haruslah tertanam dalam diri kita bahwa kita tidak lebih suci dari dirinya.

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,
“Salah satu tanda kebahagiaan dan kesuksesan adalah tatkala seorang hamba semakin bertambah ilmunya maka semakin bertambah pula sikap tawadhu’ dan kasih sayangnya. Dan semakin bertambah amalnya maka semakin meningkat pula rasa takut dan waspadanya. Setiap kali bertambah usianya maka semakin berkuranglah ketamakan nafsunya. Setiap kali bertambah hartanya maka bertambahlah kedermawanan dan kemauannya untuk membantu sesama. Dan setiap kali bertambah tinggi kedudukan dan posisinya maka semakin dekat pula dia dengan manusia dan berusaha untuk menunaikan berbagai kebutuhan mereka serta bersikap rendah hati kepada mereka.”

Beliau melanjutkan,
“Dan tanda kebinasaan yaitu tatkala semakin bertambah ilmunya maka bertambahlah kesombongan dan kecongkakannya. Dan setiap kali bertambah amalnya maka bertambahlah keangkuhannya, dia semakin meremehkan manusia dan terlalu bersangka baik kepada dirinya sendiri. Semakin bertambah umurnya maka bertambahlah ketamakannya. Setiap kali bertambah banyak hartanya maka dia semakin pelit dan tidak mau membantu sesama. Dan setiap kali meningkat kedudukan dan derajatnya maka bertambahlah kesombongan dan kecongkakan dirinya. Ini semua adalah ujian dan cobaan dari Allah untuk menguji hamba-hamba-Nya. Sehingga akan berbahagialah sebagian kelompok, dan sebagian kelompok yang lain akan binasa. Begitu pula halnya dengan kemuliaan-kemuliaan yang ada seperti kekuasaan, pemerintahan, dan harta benda. Allah ta’ala menceritakan ucapan Sulaiman tatkala melihat singgasana Ratu Balqis sudah berada di sisinya (yang artinya), “Ini adalah karunia dari Rabb-ku untuk menguji diriku. Apakah aku bisa bersyukur ataukah justru kufur.” (QS. An Naml : 40).”

(Al Fawa’id, hal. 149).

Ustadz Hizbul Majid
[facebook]